Selasa, 20 Juni 2017

Psikologi Pendidikan: "Andragogi dan Pedagogi"

Edit Posted by with No comments
1. Lingkup Aplikasi
Baik secara konseptual maupun praktikal, andragogi berlaku bagi segala bentuk pembelajaran orang dewasa dan telah digunakan secara luas dalam rancangan program pelatihan organisasi, khususnya untuk domain keterampilan lunak, seperti pengembangan manajemen. Seni belajar orang dewasa berlaku di semua tempat. Knowles (1984) memberikan contoh penerapan prinsip-prinsip andragogi dengan desain pelatihan seperti:
a.       Ada kebutuhan untuk menjelaskan mengapa hal-hal tertentu yang diajarkan.
b.      Pengajaran harus berorientasi pada tugas yang bermakna, bukan menghafal.
c.    Pengajaran harus mempertimbangkan berbagai latar belakang yang berbeda dari peserta didik, bahan belajar dan kegiatan harus memungkinkan berbagai tingkat atau jenis pengalaman sebelumnya.
d.  Pengajaran harus memungkinkan pembelajar menemukan hal-hal untuk diri mereka sendiri, memberikan bimbingan dan bantuan ketika ada kesalahan yang dibuat.

Secara operasional, prinsip-prinsip andragogi disajikan seperti:
a.       Orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanaan dan evaluasi pengajaran mereka.
b.   Pengalaman, termasuk kesalahan yang mereka rasakan, menjadi dasar untuk kegiatan belajar.
c.    Orang dewasa paling tertarik untuk mempelajari mata pelajaran yang memiliki relevansi langsung dengan pekerjaan atau kehidupan pribadinya.
d.    Belajar bagi orang dewasa lebih berpusat pada masalah daripada berorientasi pada isi.

Asumsi-asumsi Knowles bagi pembelajaran orang dewasa:
a.       Kebutuhan untuk tahu.
b.      Konsep diri
c.       Peran pengalaman belajar.
d.      Kesiapan untuk belajar.
e.       Orientasi belajar.

Lima Isu 
Belakangan ini, istilah andragogi cenderung didefinisikan sebagai sebuah alternative untuk pedagogi yang fokusnya mengacu pada pendidikan bagi siswa atau peserta didik dari segala usia. Model andragogi menegaskan lima isu akan dipertimbangkan dan dibahas dalam pembelajaran formal. Lima isu itu adalah:
1.  Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk tahu mengapa ada sesuatu yang penting untuk dipelajari.
2.   Menunjukkan kepada peserta didik bagaimana mengarahkan diri mereka sendiri melalui informasi yang tersedia.
3.     Topic kegiatan belajar terkait pengalaman peserta didik.
4.      Manusia tidak akan belajar sampai mereka siap dan termotivasi untuk belajar.
5.   Diperlukan upaya membantu mereka mengatasi hambatan, perilaku, dan keyakinan tentang belajar.

Knowles mengakui bahwa empat dari lima asumsi andragogi utama berlaku untuk orang dewasa dan anak-anak. Perbedaannya adalah anak-anak memiliki pengalaman lebih sedikir dan keyakinan awalnya kurang mapan dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga materi yang dipelajari kurang memiliki keterhubungan. 

2. Antonym Pedagogi
Andragogi adalah teori yang menjelaskan metode spesifik yang harus digunakan dalam pendidikan orang dewasa. Dalam pedagogi muncul kekhawatiran dengan transmisi konten, sementara pada andragogi fokus pada perhatian bagaimana memfasilitasi akuisisi konten. Praksis andragogi didasari atas asumsi seperti:
a.    Pelajar atau warga belajar dewasa bergerak menuju kemerdekaan dan mengarahkan dirinya sendiri.
b.     Pengalaman belajar adalah sumber yang kaya untuk belajar bagi siswa atau warga belajar dewasa.
c.   Orang-orang dewasa mempelajari apa yang perlu mereka ketahui, sehingga program belajar diorganisasi di sekitar aplikasi kehidupan mereka.
d.    Pengalaman belajar harus didasarkan sekitar pengalaman, karena kinerja orang terpusat dalam pembelajaran mereka.

Andragogi mensyaratkan bahwa pelajar dewasa terlibat dalam identifikasi kebutuhan belajar mereka dan perencanaan bagaimana kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa dipenuhinya. 

Perbedaan Antara Pedagogi dan Andragogi
1.      Aspek Fundamental
Pedagogi adalah pembelajaran di masa anak-anak, orang dewasa yang mandiri dan mengharapkan untuk mengambil tanggung jawab atas keputusannya sendiri. Malcolm S. Knowles (1970) membedakan kedua ilmu andragogi dan pedagogi.
Andragogi
Pedagogi
Pembelajar disebut “peserta didik” atau “warga belajar”.
Pembelajar disebut “siswa” atau “anak didik”.
Gaya belajar independen
Gaya belajar dependen
Tujuan fleksibel
Tujuan ditentukan sebelumnya
Menggunakan metode pelatihan aktif
Metode pelatihan pasif
Pembelajar mempengaruhi waktu dan kecepatan
Guru mengontrol waktu dan kecepatan
Keterlibatan atau kontribusi peserta sangan penting
Peserta berkontribusi sedikit pengalaman
Belajar terpusat pada masalah kehidupan nyata
Belajar berpusat pada isi atau pengetahuan teoritis.

Malcolm S. Knowles menyajikan perbedaan asumsi dan proses pedagogi dan andragogi:

Asumsi pedagogi
Asumsi andragogi
1.      Konsep diri
Ketergantungan
Peningkatan arah-diri atau kemandirian
2.      Pengalaman
Berharga kecil
Pelajar merupakan sumber daya kaya untuk belajar
3.      Kesiapan
Tugas perkembangan tekanan sosial
Tugas perkembangan peran sosial
4.      Perspektif waktu
Aplikasi ditunda
Kecepatan aplikasi
5.      Orientasi untuk belajar
Berpusat pada substansi mata peljaran
Berpusat pada masalah
6.      Iklim belajar
Berorientasi otoritas, resmi dan kompetitif
Mutualitas/pemberian pertolongan, rasa hormat, kolaborasi, dan informal.
7.      Perencanaan
Oleh guru
Reksa (mutual) diagnosis diri.
8.      Perumusan tujuan
Oleh guru
Reksa negosiasi
9.      Desain
Logika materi pelajaran unit konten
Diurutkan dalam hal kesiapan unit masalah
10.  Kegiatan
Teknik pelayanan
Teknik pengalaman (penyelidikan)
11.  Evaluasi
Oleh guru
Reksa diagnosis-kebutuhan dan reksa program pengukuran.

2.      Karakteristik Pembelajar Dewasa
a.       Pelajar dewasa biasanya memiliki maksud yang teridentifikasi
b.   Pelajar dewasa biasanya memiliki pengalaman sebelumnya, baik positif maupun negative, dengan pendidikan diselenggarakan
c.       Pelajar dewasa ingin segera mengambil manfaat dari hasil belajarnya.
d.      Pelajar dewasa memiliki konsep-diri secara satu-arah
e.       Pelajar dewasa membawa dirinya dengan reservoir pengalaman.
f.       Pelajar dewasa membawa keraguan dan ketakutan yang luas bagi proses pendidikan.
g.      Pelajar dewasa biasanya sangat kuat pada ketahanan perubahan.
h.      Gaya pelajar dewasa biasanya diatur.
i.        Pelajar dewasa memiliki “tujuan yang dewasa”.
j.        Masalah pelajar dewasa yang berbeda dari masalah anak-anak.
k.      Pelajar dewasa biasanya memiliki sebuah keluarga mapan.
l.        Waktu reaksi pembelajar orang dewasa sering lambat.
m.    Minat pendidikan pembelajar dewasa biasnya mencerminkan dimensi kejuruan.
n.   Nilai-nilai diri pelajar dewasa sebagai orang dewasa lebih banyak dari nilai-nilai program.

Motivasi Pelajar Dewasa
1.   Hubungan sosial: untuk memperoleh teman-teman baru bagi pemenuhan kebutuhan untuk asosiasi dan persahabatan.
2.      Hubungan eksternal: untuk mematuhi petunjuk dari orang lain.
3.      Untuk meningkatkan kemampuan melayani umat manusia
4.    Kemajuan pribadi: untuk mencapai status yang lebih tinggi dalam pekerjaan, kemajuan professional yang aman.
5.  Stimulasi: untuk menghilangkan kebosanan, membrikan istirahat di rumah dari rutinitas kerja. 
6. Ranah kognitif: belajar demi belajar, mencapai ilmu untuk kepentingan diri sendiri, dan untuk menjawab aneka pertanyaan yang terpikirkan.



DAFTAR PUSTAKA

Sudarwan Danim dan Khairil (2013) Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi, Alfabeta: Bandung.
 

Psikologi Pendidikan: "Pengelolaan Kelas"

Edit Posted by with No comments
MENGAPA KELAS PERLU DIKELOLA SECARA EFEKTIF
Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid. Manajemen kelas yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi pengetahuan sosial. Secara historis, dalam manajemen kelas, guru dianggap sebagai pengatur.

Isu Manajemen di Kelas Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pada semua level pendidikan, manajer kelas yang baik mendesain lingkungan fisik kelas untuk pembelajaran yang optimal, menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran, membangun dan menegakkan aturan, mengajak murid bekerja sama, mengatasi problem secara efektif, dan menggunakan strategi komunikasi yang baik. Baik di level sekolah dasar maupun menengah, kelas bisa jadi padat, kompleks, dan kacau.

Kelas Padat, Kompleks, dan Berpotensi Kacau
Kelas yang ramai dan kompleks dapat menimbulkan kekacauan dan masalah jika kelas tidak dikelola dengan efektif. Dalam menganilisis lingkungan kelas, Walter Doyle (1986) mendeskripsikan 6 karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya:

  • Kelas adalah multidimensional. Kelas adalah setting untuk banyak aktivitas, mulai dari aktivitas akademik seperti membaca, menulis, dan matematika, sampai aktivitas sosial, seperti bermain, berkomunikasi dengan teman, dan berdebat. Guru harus mencatat jadwal dan membuat murid menuruti dengan jadwal.
  • Aktivitas terjadi secara simultan. Satu klaster murid mungkin ada yang mengerjakan tugas menulis, mendiskusikan suatu cerita bersama guru, mengerjakan tugas yang lain, dan mungkin akan berbicara tentang apa yang akan mereka lakukan setelah kelas dan seterusnya.

  • Hal-hal terjadi secara cepat. Misalnya, dua murid berdebat tentang kepemilikan sebuah buku catatan; seorang murid mengeluh bahwa murid lain menyontek jawabannya, ada murid yang mendahului giliran, dan lain-lain.
  • Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi. Meskipun membuat rencana dengan hati-hati dan rapi, kemungkinan besar akan muncul kejadian di luar rencana: alarm kebakaran berbunyi, seorang murid sakit, komputer rusak, dan sebagainya.

  • Hanya ada sedikit privasi. Kelas adalah tempat publik dimana murid melihat bagaimana guru mengatasi masalah, melihat kejadian tak terduga, dan mengalami frustasi. Apa-apa yang terjadi dalam diri satu murid dilihat oleh murid lain, dan murid lain itu membuat atribusi tentang apa yang terjadi.

  • Kelas punya sejarah. Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu dahulu. Masa lalu memengaruhi masa depan, karena itu penting baru untuk mengelola kelas dengan cara yang mendukung ketimbang melemahkan pembelajaran esok hari.

Memulai dengan Benar
Salah satu kunci untuk mengelola kompleksitas adalah mengelola hari-hari pertama dan minggu-minggu awal masa sekolah secara cermat dan hati-hati. Dengan membangum ekspektasi, aturan, dan aktivitas rutin di minggu-minggu awal akan membantu memperlancar kegiatan kelas dan memudahkan pengembangan lingkunagn kelas yang positif.

Penekanan pada Intruksi dan Suasana Kelas yang Positif
Dalam sebuah studi klasik, Jacob Kounin (1970) tertarik untuk menemukan bagaimana guru merespon perilaku murid  yang menyimpang. Manajer yang efektif jauh lebih baik ketimbang manajer yang tidak efektif dalam manajemen aktivitas kelompok.
Murid harus belajar secara aktif dan sibuk mengerjakan tugas yang membuat mereka termotivasi, bukan sekadar duduk diam mendengarkan. Sering kali mereka berinteraksi dengan murid lain dan dengan guru saat mereka mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman mereka.

Tujuan dan Strategi Manajemen

  1. Membantu Murid Menghabiskan Lebih Banyak Waktu untuk Belajar dan Mengurangi Waktu Aktivitas yang Tidak Diorientasikan pada Tujuan. Manajemen kelas yang efektif akan membantu memaksimalkan waktu pengajaran dan waktu belajar murid. 
  2. Mencegah Murid Mengalami Problem Akademik dan Emosional. Kelas yang dikelola dengan baik akan membuat murid sibuk dengan tugas yang menantang. Kelas yang dikelola dengan baik akan memberikan aktivitas dimana murid menjadi terserap ke dalamnya dan termotivasi untuk belajar dan memahami aturan dan regulasi yang harus dipatuhi.



DAFTAR PUSTAKA

Santrock, W. John.(2004). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Prenadamedia Group.